BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambung-menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel-partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau aragonit) tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter.
Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.
a. Biostratigrafi
Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu.
Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.
b. Paleoekologi dan Paleobiogeografi
Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi). Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es.
Sebuah perconto kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies yang masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-spesies tersebut dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau - di tempat kumpulan fosil foraminifera diperoleh - ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika sebuah perconto mengandung kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan bentonik (prosentase foraminifera plangtonik dari total kumpulan foraminifera plangtonik dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun cangkang.
Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perban-dingan isotop oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang akan datang (keakurasiannya belum teruji).
c. Eksplorasi Minyak
Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Banyak spesies foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang pendek. Dan banyak pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada lingkungan yang spesifik atau ter-tentu. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti sekeping kecil perconto batuan yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan selanjutnya menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan tersebut terben-uk.
Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam mengarahkan suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung minyak bumi guna meningkatkan produktifikas minyak.
Selain ketiga hal tersebut diatas foraminifera juga memiliki kegunaan dalam analisa struktur yang terjadi pada lapisan batuan. Sehingga sangatlah penting untuk mempelajari foraminifera secara lengkap.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari dilaksanaknnya praktikum ini adalah untuk melatih mahasiswa agar lebih familiar dan mendalami materi yang telah disampaikan dalam perkuliahan. Selain itu dari dilaksanakannya praktikum ini mahasiswa akan terlatih dalam menganalisa fosil dan juga untuk melatih mahasiswa dalam bekerjasama dengan anggota kelompoknya.
1.3. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktikum makro-mikropalenteologi ini dimulai pada tanggal 20 Oktober 2009 sampai tanggal 14 Januari 2010 di Laboratorium Makro Mikro Palenteologi Fakultas Teknik Universitas Kutai Kartanegara.
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Pengantar
Paleontology adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari kehidupan masa lampau yang didasarkan atas fosil tanaman atau hewan.yang terbagi atas:
1. Makropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil dengan ukuran relatif besar sehingga mempelajarinya tidak menggunakan alat bantu seperti loupe dan mikroskop.
2. Mikropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil yang berukuran relatif kecil sehingga dalam pengamatan menggunakan alat bantu seperti mikroskop binokuler, mikroskop elektron dll.
2.2. Mikropalenteologi dan Mikrofosil
Mikropalenteologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara laian adalah mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadap stratigrafi.
Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936)
Setiap fosil (biasanya kecil) untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop. Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari foil-fosil makro serta bagian-bagian tubuh dari fosil makro yang mengamatinya menggunakan mikroskop serta sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya.
Dari cara hidupnya dibagi menjadi 2 :
1. Pellagic (mengambang)
a. Nektonic (bergerak aktif)
b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya
2. Benthonic (pada dasar laut)
a. Secile (mikro fosil yang menambat/menepel)
b. Vagile (merayap pada dasar laut)
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta lipatana.
2.3. Kegunaan Dari Mikro Fosil
Beberapa manfaat fosil antara laian sebagai berikut:
1. Dalam korelasi untu membantu korelasi penampang suatu daerah dengan daerah lain baik bawah permukaan maupun di permukan.
2. Menentukan umur misalnya umur suatu lensa batu pasir yang terletak di dalam lapisan serpih yang tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil yang ada dalam batuan yang melingkupi.
3. Membantu studi mengenai species.
4. Dapat memberikan keterangan-keterengan palenteologi yang penting dalam menyusun suatu standar section suatu daerah.
5. Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi/regresi serta tebal/tipis lapisan.
Berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah, yaitu :
1. Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu
Yaitu fosil yang dipergunakan sebagai penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini mempuyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal.
Contohnya : Globorotalina Tumida penciri N18 atau Miocen akhir.
2. Fosil bathymetry/fosil kedalaman
Yaitu fosil yang dipergunakan untuk menentukan lingkungan kedalaman pengendapan. Umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup di dasar. Contohnya : Elphidium spp penciri lingkungan transisi.
3. Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic
Yaitu fosil yang mencirikan khas yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan. Contoh : Globorotalia tumida penciri N18.
4. Fosil lingkungan
Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk lingkungan sedimentasi. Contohnya : Radiolaria sebagai penciri lingkungan laut dalam.
5. Fosil iklim
Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk iklim pada saat itu. Contohnya : Globigerina Pachyderma penciri iklim dingin.
2.4. Makna dan Tata Nama Penamaan Fosil
Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (1707-1778) yang kemudian melatinkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang dikenal dengan LAW OF PRIORITY, 1958 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa nama yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak dipergunakan untuk individu yang lain.
Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata sedangkan tingkat spesies terdiri dari dua kata, tingkat subspesies terdiri dari tiga kata. Nama-nama kehidupan selalu diikuti oleh nama orang yang menemukannya. Contoh penamaan fosil sebagai berikut:
- Globorotalia menardi exilis Blow, 1998
Arti dari penamaan adalah fosil hingga subspesies diketemukan oleh BLOW pada tahun 1969
- Globorotalia ruber elogatus (D Orbigny), 1826
Arti dari n. sp adalah spesies baru.
- Pleurotoma carinata GRAY, Var Woodwardi MARTIN
Arti dari penamaan adalah GRAY memberikan nama spesies sedangkan MARTIN memberikan nama varietas.
- Globorotalia acostaensis pseudopima n sbsp BLOW, 1969
Arti dari n.sbsp adalah subspecies.
- Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Arti dari penamaan adalah fosil tersebut sinonim dengan dentalium rutteni yang diketemukan MARTIN.
- Globorotalia of tumda
Arti dari penamaan ini adalah penemu tidak yakin apakah bentuk tersebut betul Globorotalia tumida tetapi dapat dibandingkan dengan spesies ini.
- Spaeroidinella aff dehiscens
Arti dari penamaan tersebut adalah fosil ini berdekatan (berfamily) dengan sphaeroidinella dehiscens. (aff = affiliation)
- Ammobaculites spp
Artinya mempunyai bermacam-macam spesies
- Recurvoides sp
Artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)
2.5. Teknik Penyajian Fosil
- Pengambilan sampel
Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya dengan memperhatikan tujuan yang akan dicapai. Untuk mendapatkan sampel yang baik diperhatikan interval jarak tertentu terutama untuk menyusun biostratigrafi.
Kriteria-kriteria pengambilan sampel:
a. Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena dikhawatirkan fosilnya sudah terdisplaced atau tidak insitu.
b. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena batuan yang berbutir kasal tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang dapat mengawetkan fosil antara lain lempung (clay), serpih (shale), napal (marl), tufa napalan (marly tuff), batu gamping bioklastik, batu gamping dengan campuran batu pasir sangat halus.
c. Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
d. Jika endapan turbidit diambil pada endapan berbutir halus, yang diperkirakan merupakan endapan suspense yang juga mencerminkan kondisi normal.
- Penguraian/pencucian
Langkah-langkah proses pencucian batuan adalah sebagi berikut :
a. Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga berukuran dengan diameter 3-6 mm.
b. Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk dan dipanaskan.
c. Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam) jika fosil masih nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan air sabun, lalu dibilas dengan air sampai bersih.
d. Keringkan dengan terik matahari dan fosil siap untuk diayak.
- Pemisahan fosil
Cara memisahkn fosil-fosil dari kotoran adalah dengan menggunakan jarum dari cawan tempat contoh batuan, untuk memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu disediakan air (jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum pengambilan)
Alat-alat yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara laian adalah :
1. Cawan untuk tempat contoh batuan
2. Jarum untuk mengambil batuan
3. Kwas bulu halus
4. Cawan tempat air
5. Lem untuk merekatkan fosil
6. Kertas untuk memberi nama fosil
7. Tempat fosil
8. Mikroskop
Fosil yang telah dipisahkan diletakkan pada plate (tempat fosil).
2.6. Pengenalan Cangkang Foraminifera Plankton dan Bhentos
2.6.1. Susunan kamar
1. Susunan kamar foraminifera plankton
Susunan kamar foraminifera plankton dibagi menjadi :
Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu bidang, semua kamar terlihat dan pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh: Hastigerina
Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Contohnya : Globigerina.
Streptospiral yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh: Pulleniatina.
2. Susunan kamar foraminifera benthos
Susunan kamar foraminifera benthonik memiliki kemiripan dengan foraminifera plantonik, susunan kamar dan bentuknya dapat dibedakan menjadi :
a. Monothalamus yaitu susunan dan bentuk kamar-kamar akhir foraminifera yang hanya terdiri dari satu kamar. Macam-macam dari bentuk monothalamus antara lain adalah :
- Bentuk globular atau bola atau spherical, terdapat pada kebanyakan subfamily saccaminidae. Contohnya: Saccammina
- Berbentuk botol (flarkashaped), terdapat pada kebanyakan subfamily proteonaniae. Contoh: Lagena.
- Berbentuk tabung (tabular), terdapat pada kebanyakan subfamily Hyperminidae. Contoh: Hyperammina, Bathysiphon.
- Berbentuk antara kombinasi botol dan tabung.
Contohnya : Lagena
- Cyclical atau annular chamber
- Planispiral pada awalnya kemudian terputar tak teratur.
Contoh : Orthovertella, Psammaphis.
- Planispiral kemudian lurus (uncoiling).
Contoh : Rectocornuspira.
- Cabang (bifurcating).
Contohnya : Rhabdamina abyssorum.
Zig-zag. Contohnya Lenticulina sp.
Gambar 2.8. Lenticulina sp.
- Stellate
- Fistoluse
- Arburescent. Contohnya : Dendrophyra crecta.
- Radiate. Contohnya : Astroshizalimi colasandhal.
- Tak teratur (irregular). Contohnya : Planorbulinoides reticnaculata.
- Setengah lingkaran (hemispherical) contoh : Pyrgo murrhina.
- Inverted v-shaped chamber (palmate). Contohnya : Flabellina rugosa.
- Dishotomously branched.
- Milioline
- Close coliled.
- Seperti kerucut. Contohnya : Textularia cretoa.
- Fusiform. Contohnya : Vaginulina laguman.
- Pyriform. Contohnya : Elipsoglandulina velascoensis.
- Semicircular. Contohnya : Pavanina flabelliformis.
b. Polythalamus
Polythalamus merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar foraminifera yang memiliki lebih dari satu kamar. Misalnya uniserial saja atau biserial saja. Macam-macam polythalamus antara lain :
- Uniformed yang terbagi menjadi:
1. Uniserial yang terbagi lagi mejadi:
- Rectilinear (linear punya leher) test uniserial terdiri atas kamr-kamar bulat yang dipisahkan dengan stolonxy atau neck. Contohnya : Siphonogerina, Nodogerina.
- Linear tanpa leher yaitu kamar tidak bulat dan satu sama lain tidak dipisahkan leher-leher. Contohnya : Nodosaria.
- Equitant unserial yaitu test uniserial yang tidak memiliki leher tetapi sebaliknya kamarnya sangat berdekatan sehingga menutupi sebagian yang lain. Contohnya : Glandulina.
- Curvilinier/uniserial arcuate yaitu test uniserial tetapi sedikit melengkung dan garis batas kamar satu dengan yang lain atau suture membentuk sudut terhadap sumbu panjang. Contohnya: Dentalina.
- Kombinasi antara rectilinier dengan linier tanpa leher.
- Coiled test atau test yang terputar, macam-macamnya antara lain :
- Involute yaitu test yang terputar dengan putaran akhir menutupi putaran yang sebelumnya, sehingga putaran akhir saja yang terlihat. Contoh : Elphidium.
- Evolute yaitu test yang terputar dengan seluruh putarannya dapat terihat. Contohnya : Anomalia
- Nautiloid yaitu test yang terputara dengan kamr-kamar dibagian umbirical (ventral) menumpang satu sama lain. Sehingga kelihatan kamar-kamarnya lebih besar dibagian peri-peri dibandingkan dibagian umbilicus. Contoh: Nonion.
- Rotaloid test merupakan test yang terputar tidak pada satu bidang dengan posisi pada dorsal seluruh putaran terlihat, sedangkn pada ventral hanya putaran terakhir terlihat. Contoh : Rotalia.
- Helicoids test merupakan test yang terputar meninggi dengan lingkarannya cepat menjadi besar. Terdapat pada subfamily Globigeriniidae (plankton) contoh: Globigerina.
2. Biserial yaitu test yang tersusun oleh dua baris kamar yang terletak berselang-seling. Contoh : Textularia.
3. Teriserial yaitu test yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak berselang-seling. Contoh : Uvigerina, Bulmina.
- Biformed test merupakan dua macam susunan kamar yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya dalam sebuah test, misalnya biserial pada awalnya kemudian menjadi uniserial pada akhirnya. Contoh : Bigerina.
- Triformed test yaitu tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test misalnya permulan biserial kemudian berputar sedikit dan akhirnya menjadi uniserial. Contohnya : Vulvulina.
- Multiformed test merupakan dalam sebuah test lebih dari tiga susunan kamar, bentuk ini jarang ditemukan.
2.6.2. Bentuk test dan kamar foraminifera
Bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang foraminifera, sedangkan bentuk kamar merupakan bentuk masing-masing kamar pembentuk test.
Macam-macam pembentuk test antara lain :
Tabular (berbentuk tabung), contohnya Bathyspiral rerufescens
Bifurcating (bentuk cabang), contohnya Rhabdammina abyssorum.
Radiate (bentuk radial), contohnya Astrorizalimicola sandhal.
Arborescent (bentuk pohon), contohnya Dendrophrya crecta.
Irregular (bentuk tak teratur), contohnya Planorbulinoides sp.
Hemispherical (bentuk setengah bola), contohnya Pyrgo murrhina.
Zig-zag (bentuk berbelok-belok), contohnya Lenticulina.
Lancealate (bentuk seperti gada), contohnya Guttulina sp.
Conical (bentuk kerucut), contohnya Textularilla cretos.
Spherical (bentuk bola), contohnya Orbulina universa.
Discoidal (bentuk cakram), contoh Cycloloculina miocenica.
Fusiform (bentuk gabungan), contohnya Vaginulina leguman.
Biumbilicate (mempunyai dua umbilicus), contohnya Anomalinella rostrata.
Biconvex (bentuk cembung di kedua sisi), contohya Robulus nayaroensis.
Flaring (bentuk seperti obor), Goesella rotundeta.
Spiroconvex (bentuk cembung di sisi dorsal), contohnya Cibicides refulgens.
Umbilicoconvex (bentuk cembung di sisi ventral), contohnya Pulvinulinella pacivica.
Lenticular biumbilicate (bentuk lensa), contohnya Cassidulina laevigata.
Palmate (bentuk daun), contohnya Flabellina frugosa.
Macam-macam bentuk kamar antara lain :
Spherical, contohnya Ellipsobulimina sp
Pyriform, contohnya Ellipsoglandulina velascoensis.
Tabular, contohnya Pleurostomella subhodosa.
Globular, contohnya Globigerina bulloides.
Ovate, contohnya Guttlina problema.
Angular truncate, contohnya Virgulina gunteri.
Hemispherical, contohnya Pulleniatina obliquiloculata.
Angular rhomboid, yaitu Globorotalia tumida.
Radial elongate, contohnya Clavulina insignis.
Clavate, contohnya Hastigerinella bermudezi.
Tubulospinate, contohnya Hantkeninaalabamensis.
Cyclical, contohya Cycloloculina miocenica.
Flatulose, contohnya Pleurostamella clavata.
Semicircular, contohnya Pavonina flabelliformis.
2.6.3. Septa dan suture
Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan lainnya, biasanya terdapat lubang-lubang halus yang disebut foramen. Septa tidak dapat terlihat dari luar test, sedangkan yang tampak pada dinding luar test hanya berupa garis yang disebut suture.
Suture merupakan garis yang terlihat pada dinding luar test, merupakan perpotongan septa dengan dinding kamar. Suture penting dalam pengklasifikasian foraminifera karena beberapa spesies memiliki suture yang khas.
Macam-macam bentuk suture :
Tertekan (melekuk), rata atau muncul dipermukaan test. Contohnya: Chilostomella colina.
Lurus, melengkung lemah, sedang atau kuat. Contoh: Orthomorphina challegeriana
Suture yang mempunyhai hiasan. Contohnya: Elphidium incertum untuk hiasan berupa bridge.
2.6.4. Jumlah kamar dan jumlah putaran
Mengklasifikasikan foraminifera berdasarkan jumlah kamar dan jumlah putaran perlu diperhatikan. Karena spesies tertentu mempunyai jumlah kamar pada sisi ventral yang hampir pasti sedang dan pada bagian sisi dorsal akan berhubungan erat dengan jumlah putaran. Jumlah putaran yang banyak umumnya mempunyai jumlah kamar yang banyak pula , namun jumlah putaran itu juga jumlah kamarnya dalam satu spesies mempunyai kisaran yang hampir pasti.
Pada susunan kamar trochospiral jumlah putaran dapat diamati pada sisi dorsal, sedangkan pada planispiral jumlah putaran pada sisi ventral dan dorsal mempunyai kenampakan yang sama.
Cara menghitung putaran adalah dengan menentukan arah putaran dari cangkang. Kemudian menentukan urutan pertumbuhan kamar-kamarnya dan menarik garis pertolongan yang memotong kamar 1 dan 2 dan menarik garis tegak lurus yang melalui garis pertolongan pada kamar 1 dan 2.
2.6.5. Aperture
Aperture foraminifera plankton
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada kamar terakhir. Khusus foraminifera plankton mempunyai bentu aperture maupun variasinya lebih sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal yang terletak pada dasar (tepi) kamar terakhir (septal face) dan melekuk kedalam, terdapat pada bagian ventral (perut).
Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera plankton :
1. Primary aperture interiomarginal, yaitu :
Primary aperture interiomarginal umbilical adalah aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah umbilical atau pusat putaran. Contoh : Globigerina.
Primary aperture interiomarginal umbilical extra umbilical yaitu aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus melebar sampai peri-peri. Contohnya : Globorotalia.
Primary aperture interiomarginal equatorial yaitu aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah equator, dengan cirri-ciri dari samping terlihat simetri dan hanya dijumpai pada susunan kamar planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan putaran sebelumnya pada peri-peri. Contohnya : Hestigerina.
2. Secondary aperture/supplementary aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang tambahan dari aperture utama.contoh : Globigerinoides.
3. Accessory aperture
Yaitu aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau aperture tambahan. Contohnya : Catapsydrax.
Aperture foraminifera benthos
Golongan benthos memiliki bentuk aperture yang bervariasi dan aperture itu sendiri merupakan bagian penting dari test foraminifera, karena merupakan lubang yang protoplasma organisme tersebut bergerak keluar dan masuk. Macam-macam aperture foraminifera benthos antara laian :
1. Simple aperture
Open end of tube/at end of tabular chamber.
At base of aperture face.
In middle apertural face.
Aperture yang bulat dan sederhana, biasanya terletak diujung sebuah test (terminal) lubangnya bulat. Contoh : Lagena, Frondioularia.. Falmula.
Aperture Virgulina/Loop shaped/comma shaped, mempunyai koma/melengkung, tetapi tegak lurus pada permukaan septum/septal face. Contoh: Virgulina, Bulimina.
With neck and phialine lip.
Aperture Phyaline, merupakan sebuah lubang yang terletak di ujung neck yang pendek tapi menyolok.
Entosolenia tube.
Aperture slit like, berbentuk lubang sempit yang memanjang, umum dijumpai pada foraminifera yang bertest hyaline. Contoh: Nonion, Fullenia, Nonionela, Textularia.
Lateral/Hooded, Subterminal.
Cruciform.
Aperture Crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda. Contoh: Nodosarella.
2. Apertural teeth
Sangle/With single tooth.
Apertural flap/with valvular tooth.
Pleurostomelline bifid /bifid tooth.
Umbilical teeth.
Modified tooth.
Lateral flanges .
3. Supplementary aperture
Sangle/With single tooth.
Apertural flap/with valvular tooth.
Pleurostomelline bifid /bifid tooth.
Umbilical teeth.
Modified tooth.
Lateral flanges .
Dendritik.
Apertur yang memancar (radiate), terminal sangat umum pada famili Nodosaridae dan 'Yolymorphinidae merupakan sebuah lubang yang,bulat, tetapi mempunyai pematang yang memancar dari pusat lubang. Contoh Nodosaria, Folymorphina.
Radiate with apertural chamberlet.
Median and peripheral/peripheral and areal.
4. Multiple aperture
Multiple sutural, aperture yang terdiri dari banyak, lubang, terletak di sepanjang suture.
Multiple equatorial, Interiomarginal at base of apertural face.
Aperture cribrate/areal, cribrate/inapertural face cribrate. Bentuknya seperti saringan, lubang umumnya halus dan terdapat pada permukaan kamar akhir. Contoh Cribostomun.. Hiliola., Ammomassilina.
At base and in apertural face/areal multiple.
Terminal.
Areal supplementary.
Sutural and umbilical canal openings
5. Primary aperture
Umbilical.
Interiomarginal'umbilical extra umbilical/simple aperture lip/ventral and peripheral.
Spilo umbilical/interiomarginal equatorial
2.6.6. Oranamen (hiasan) foraminifera
Ornament atau hiasan juga dapat dipakai sebagi penciri khas untuk genus atau spesies tertentu contohnya pada genus Globoquadina yang memiliki hiasan pada aperture yaitu flap.
Berdasarkan letak hiasannya dapat dibagi mejadi :
1. Pada suture antara lain
Suture bridge (bentuk suture yang menyerupai jembatan), contohnya Sphaeroidinella dehiscens
Suture limbate (bentuk suture yang tebal), contohnya Globotruncana angusticarinata.
Retral processes (bentuk suture zig-zag), contohnya Elphidium incertum.
Raised bosses (bentuk suture benjol-benjol), contohnya Globotruncana calcarat.
2. Pada umbilicus, antara lain :
Depply umbilicus (umbilicus yang berlubang dalam), contohnya Globoquadrina dehiscens.
Open umbilicus (umbilicus yang terbuka lebar), contohnya Spaerodinella dehiscens.
Umbilical flap (umbilicus yang mempunyhai penutup), contohnya Robulus sp.
Ventral umbo (umbilicus yang menonjol di permukaan), contohnya Cibicides.
3. Pada peri-peri antara lain
Keel (lapisan tipis dan bening), contohnya Globorotalia menardi.
Spine (bentuk menyerupai duru), contohnya Hantkenina alabamensis.
4. Pada aperture antara lain
Lip/rim (bibir aperture yang menebal), contohnya Globogerina nepenthes.
Flap (bentuk menyerupai anak lidah), contohnya Globoquadrina dehiscens.
Tooth (bentuk menyerupai gigi), contohnya Globorotalia nana.
Bulla (bentuk segi enam yang teratur), contohnya Catapydrax dissimilis
Tegilla (bentuk yang tak teratur), contohnya Catapsydrax stainforty.
5. Pada permukaan test
Smooth (permukaan yang licin), contohnya Pulleniatina primalis.
Punotate (permukaan bintik-bintik), contohnya Orbulina bilobata
Reticulate (permukaan seperti sarang madu), contohnya Hedbergelina washitensis.
Pustulose (permukaan dengan tonjolan-tonjolan bulat), contohnya Rugoglobigerina rotundata.
Canceliate (permukaan dengan tonjolan yang memenjang), contohnya Rugoglobigerina rugosa.
Axial costae (permukaan dengan garis searah sumbu), contohnya Amphicoryna separans.
Spiral costae (permukaan dengan garis searah putaran kamar), contohnya Lenticulina costata.
2.6.7. Komposisi test foraminifera
Berdasarkan komposisnya test foraminifera dikelompokkan menjadi empat, yaitu ;
1. Dinding chitin/tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun foraminifera dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Foraminifera yang mempunyai dinding chitin, antara lian :
Golongan allogromidae
Golongan miliolidae
Golongan lituolidae
Beberapa golongan Astroizidae
Cirri-ciri dinding chitin adalah fleksibel, transparan, berwarna kekuningan dan imperforate.
2. Dinding arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan agglutinin terbuat dari zat atau material asing disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama lain dengan zat perekat oleh organisme tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari butir-butir pasir saja, sedangkan agglutinin materialnya diambil dari butir-butir pasir, sayatan-sayatan mika, spone specule, fragmen-fragmen foraminifera lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin, oksida besi, silica dan gampingan. Zat perekat gampingan adalah cirri khas dari foraminifera yang hidup di perairan tropis, sedangkan zat perekat silica khas untuk foraminifera yang hidup di perairan dingin.
Contoh :
• Dinding aglitinous : Ammobaculites aglutinous
• Dinding Arenaceous : Psammosphaera
3. Dinding siliceous
Beberapa ahli (Brady, Hubler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa dinding silicon dihasilkan oleh organisme itu sendiri. Menurut Glessner dinding silicon berasal dari zat primer (organisme itu sendiri)maupun zat skunder. Tipe dinding ini jarang ditemukan, hanya dijumpai pada beberapa golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies dari Miliolidae.
4. Dinding calcareous/gampingan
Dinding yang terbuat dari zat gampingan dijumpai pada sebagian besar foraminifera. Dinding gampingan dapat dikelompokkan menjadi :
Gampingan porselen : adalah dinding gampingan yang tidak berpori, mempunyai kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar berwarna putih opaque. Contohnya Quingueloculina, Pyrgo.
Gamping granular : adalah dinding yang terbuat dari Kristal-kristal kalsit yang granular, pada sayatan tipis terlihat gelap. Contohnya Endothyra.
Gamping komplek : dinding yang dijumpai berlapis, kadang-kadang terdiri dari satu lapis yang homogen, kadang terdiri dari dua bahkan empat lapis. Terdapat pada glongan Fussulinidate.
Gamping hyaline : terdiri dari zat-zat gamping yang trasparan dan berpori. Kebanyakan dari foraminifera plankton yang mempunyai dinding seperti ini.
2.7. Beberapa Contoh Foraminifera Planktonik dan Benthonik
2.7.1. Foraminifera Planktonik
2.7.1.1. Family Globigerinidae
Family globigerinidae terdiri dari beberapa genus antara lain:
1. Genus Cribohantkenina
Cirri-ciri morphologi sama dengan hantkenina tetapi kamar akhir sangat gemuk dan mempunyai “CRISRATE” yang terletak pada plular apertural face. Contoh: Cribrohantkenina bermudesi (p16)
2. Genus Hastigerina
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau “Loosely Coiled”. Aperture berbentuk parabola, terbuka lebar dan terletak pada apertural face. Contoh: Hastigerina aequilateralis (N14- N23)
3. Genus Clavigerinella
Dengan cirri-ciri morphologi dinding test hyaline. Bentuk test pipih panjang, susunan kamar involute, “radial elongate” atau “clavate”. Contoh: Clavigerinella jarvisi (P13- P15).
4. Genus Pseudohastigerina
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau “Loosely Coiled”. Aperture terbuka lebar, berbentuk parabol dan terletak pada apertureal face. Genus ini dipisahkan dari Hastigerina karena testnya yang lebih pipih.
5. Genus Cassigerinella
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline. Susunan kamar pada permulaan planispiral dan seterusnya tersusun secara biserial. Aperture berbentuk parabol dan terletak didasar apertural face.Contoh: Cassigerinella chipolensis (P18-N13).
2.7.1.2. Famili Globorotaliidae
Family ini umumnya mempuyai test biconvex, bentuk kamar subglobular, susunan kamar trochospiral , Aperture memanjang dari umbilicus ke pinggir test dan terletak pada dasar apertural face. Pinggir test ada yang mempunyai keel dan ada yang tidak.
Berdasarkan bentuk test, bentuk kamar, aperture dan keel, maka family ini dapat dibagi atas dua genus, yaitu :
1. Genus Globorotalia
Cirri-ciri morphologi dengan test hyaline, bentuk test biconvex, bentuk kamar subglobular, atau “angular conical”. Aparture memanjang dari umbilicus ke pinggir test. Pada pinggir test terdapat keel dan ada yang tidak. Berdasarkan ada tidaknya keel maka genus ini dapat dibagi menjadi dua sub genus, yaitu :
- Subgenus Globorotalia
Subgenus ini mencakup seluruh glabarotalia yang mempunyai keel. Membedakan subgenus ini dengan yang lainnya maka dalam penulisan spesiesnya, biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh : Globorotalia (G) tumida (N18-N23)
A b c
a. Menrangkan genus.
B. Menerangkan subgenus.
C. Menerangkan species.
- Suibgenus Turborotalia
Subgenus mencakup seluruh globorotalia yang tidak memiliki keel. Membedakannya, maka subgenus turborotalia dalam penulisan spesiesnya diberi kode :
Contoh : Globorotalia (ST) Siakensis (N2- N14)
2. Genus truncorotaloides
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline bentuk test truncate , bentuk kamar angular truncate. Susunan kamar umbilical convex trochospiral dengan deeply umbilicus. Aperture terbuka lebar yang memanjang dari umbilicus ke pinggir test. Cirri-ciri khasnya dari genus ini ialah terdapatnya sutural supplementary aperture dan dinding test yang kasar (seperti berduri) yang pada genus globorotalia hal ini tidak akan dijumpai. Subgenus ini tidak dibahas lebih lanjut, karena terdapat pada lapisan tua Eosen Tengah.
Contoh : Truncorotaloides rahri (P13- P14)
2.7.1.3. Family Globigeriniidae
Family ini pada umumnya mempunyai bentuk test sperichal atau hemispherical, bentuk kamar glubolar dan susunan kamar trochospiral rendah atau tinggi. Apaerture pada umumnya terbuka lebar dengan posisi yang terletak pada umbilicus dan juga pada sutura atau pada apertural face.
Berdasarkan bentuk test, bentuk kamar, bentuk aperture dan susunan kamar maka family ini dapat dibagi atas 14 genus yaitu:
1. Genus Globigerina
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test speroical, bentuk kamar globural, susunan kamar trochospiral. Aperture terbuka lebar dengan bentuk parabol dan terletak pada umbilicus. Aperture ini disebut umbilical aperture.
2. Genus Globigerinoides
Ciri-ciri morphologi sama dengan Globigerina tetapi mempunyai supplementary aperture, dengan demikian dapat dikatakan bahwa globigerinoides ini adalah Globigerina yang mempunyai supplementary aperture. Contohnya: Globigerinoides primordius. (N4)
3. Genus globoquadina
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar globural, dan susunan kamar trochoid. Aperture terbuka lebar dan terletak pada umbilicus dengan segi empat yang kadang-kadang mempunyai bibir. Contohya: Globoquadrina alrispira
4. Genus Globorotaloides
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Globorotalia tetapi umbilicusnya tertutup oleh Bulla (bentuk segi enam yang tertutup).
5. Genus Pulleniatina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar globural, susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang dari umbilicus ke arah dorsal dan terletak di dasar apertural face. Contohnya: Pulleniatina obliquiloculate (N19 – N23)
6. Genus Sphaeroidinella
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globural dengan jumlah kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture terbuka lebar dan memanjang didasar sutura. Pada dorsal terdapat supplementary aperture.
Salah satu spesies yang termasuk genus ini beserta gambar dan keterangan. Spaeroidinella dehiscens (N19 – N23)
Test trochospiral, equatorial peri-peri lobulate sangat ramping, sumbu peri-peri membulat. Dinding berlubang kasar, permukaan licin. Kamar subglobular menjadi bertambah melingkupi pada saat dewasa, tersusun dalam tiga putaran, tiga kamar dari putaran terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Suture tidak jelas tertekan radial. Aperture primer interiomarginal umbirical, atau 2 aperture skunder pada sisi belakang terdapat pada kamar terakhir.
7. Genus Sphaeroidinellopsis
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Spaeroidinella tetapi tidak mempunyai supplementary aperture, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Spaeroidiniellopsis itu adalah Spearoidinella yang tidak mempunyai supplementary aperture.
8. Genus Orbulina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline dan bentuk test spherical, serta aperture tidak kelihatan (small opening). Aperture ini adalah akibat dari terselumbungnya seluruh kamar-kamar sebelumnya oleh kamar terakhir. Beberapa speies yang termasuk pada genus ini beserta gambar.
Urbulina universa
Orbulina bilobata
9. Genus Biorbulina
Cirri-ciri morphologi sama dengan genus orbulina, tetapi gandeng dua.
10. Genus Praeorbulina
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical atau agak lonjong. Bentuk lonjong ini diakibatkan oleh kamar-kamar terakhir yang menyelumbungi kamar-kamar sebelumnya. Aperture utama tidak terlihat lagi, yang terlihat hanya supplementary aperture saja yang berbentuk strip-strip.
11. Genus Candeina
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar globural. Jumlah kamar tiga buah dan di sepanjang sutura terdapat sutural supplementary aperture. Contohnya: Candeina nitida
12. Genus Globigerinatheca
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, dan bentuk kamar globular. Susunan kamar pada permulaan trochospiral dan kemudian berangkuman (embracing). Umbilicus tertutup dan terdapat secondary aperture yang berbentuk parabol dan kadang-kadang tertutup bulla.
13. Genus Globigerinita
Cirri-ciri morphologi sama dengan genus globigerina tetapi dengan bulla.
14. Genus Globigerinatella
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, susunan kamar pada permulaan trochospiral dan kemudian berangkuman. Umbilicus samar-samar karena tertutup bulla. Terdapat sutural secondary aperture bullae dengan infralaminal aperture.
15. Genus Catapsydrax
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical, susunan kamar trochospiral. Memiliki hiasan pada aperture yaitu berupa “bulla” pada catapsydrax dissimilis dan “tegilla” pada catapsydrax stainforthi. Dengan memiliki accessory aperture yaitu “infralaminal accessory aperture” pada tepi hiasan aperturenya. Contohnya: Catapsydrax dissimilis (N1 – N8)
2.7.2. Pengenalan genus dan spesies foraminifera benthonik
Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alat yang digunakan untuk merayap pada benthos yang vagile adalah pseudopodia. Terdapat yang semula sesile dan berkembang menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut. Material penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan.
Foraminifera benthonik sangat baik digunakan untuk indikator paleoecology dan bathymetri, karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologi dari foraminifera benthonic ini adalah :
Kedalaman laut
Suhu/temperature
Salinitas dan kimia air
Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis
Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen)
Makanan yang tersedia
Tekanan hidrostatik dan lain-lain.
Faktor salinitas dapat dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipe dari lautan yang mengakibatkan perbedaan pula bagi ekologinya. Streblus biccarii adalah tipe yang hidup pada daerah lagoon dan daerah dekat pantai. Lagoon mempunyai salinitas yang sedang karena merupakan percampuran antara air laut dengan air sungai.
Foraminafera benthos yang dapat digunakan sebagai indikator lingkungan laut secara umum (Tipsword 1966) adalah :
Pada kedalaman 0 – 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella, Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya dibuat dari pasiran.
Pada kedalaman 15 – 90 m (3-16º C), dijumpai genus Cilicides, Proteonina, Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan Triloculina.
Pada kedalaman 90 – 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna, Robulus, Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan Textularia.
Pada kedalaman 300 – 1000 m (5-8º C), dijumpai Listellera, Bulimina, Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Macam-macam genus dari foraminifera benthos yang sering dijumpai :
Genus Ammobaculites Chusman 1910
Termasuk famili Lituolidae, dengan cirri-ciri test pada awalnya terputar, kemudian menjadi uniserial lurus, komposisi test pasiran, aperture bulat dan terletak pada puncak kamar akhir. Muncul pada karbon resen.
Genus Amondiscus Reuses 1861
Termasuk famili Ammodiscidae dan ciri – ciri test monothalamus, terputar palnispiral, kompisisi test pasiran, aperture pada ujung lingkaran. Muncul Silur – Resent.
Genus Amphistegerina d’ Orbigny 1826
Famili berbentuk lensa, trochoid, terputar involut, pada ventral terlihat surture bercabang tak teratur, komposisi test gampingan, berpori halus, aperture kecil pada bagian ventral kecil pada bagian ventral
Genus Bathysiphon Sars 1972
Termasuk famili Rhizamminidae dengan test silindris, kadang – kadang lurus, monothalamus, komposisi test pasiran, aperture di puncak berbentuk pipa. Muncul Silur – Resent.
Genus Bolivina
Termasuk famili Buliminidae dengan test memanjang, pipih agak runcing, beserial, komposisi gampingan, berposi aperture pada kamar akhir, kadang berbentuk lope, muncul Kapur – Resent.
Genus d’ Orbigny 1826
Termasuk famili Buliminidae, test memanjang, umunya triserial, berbentuk kamar sub globular, komoposisi gampingan berpori.
Genus Cibicides Monfort 1808
Termasuk famili Amonalidae, dengan cirri – cirri test planoconvex rotaloid, bagian dari dorsal lebih rata, komposisi gampingan berpori kasar, aperture di bagian ventral, pemukaan akhir sempit dan memanjang.
Genus Decalina d’ Orbigny 1826
Termasuk famili Lageridae, dengan ciri – ciri test pilythalamus, uniserial, curvilinier, suture menyudut, komposisi test gampingan berpori halus, aperture memancar, terletak pada ujung kamar akhir.
Genus Elphidium Monfort 1808
Termasuk famili Nonionidae dengan ciri – cirri test planispiral, bilateral simetris, hampir seluruhnya involute, hiasan suture bridge dan umbilical, komposisi test gampingan berpori, aperture merupakan sebuah lubang/lebih pada dasar pemukaan kamar akhir.
Genus Nodogerina Chusman 1927
Termasuk famili Heterolicidae, degan test memanjang, kamar tersusun uniserial lurus, kompisi test gampingan berpori halus, aperture terletak di puncak membulat mempunyai leher dan bibir. Muncul Kapur – Resen.
Genus Nodosaria Lamark 1812
Termasuk famili Lagenidae degan test lurus memajang, kamar tersusun uniserial, suturenya tegak lurus, terhadap sumbu, pada pemulaaan agak bengkok kemudian lurus, komposisi gampingan berpori, aperture di puncak berbentuk radier, muncul Karbon – Resent.
Genus Nonion Monfort 1888
Termasuk famili Nonionidae dengan test cenderung involute, bagian tepi membulat, umumnya dijumpai umbilical yang dalam, komposisi gampingan berpori , aperture melengkung pada kamar akhir. Muncul Yura – Resent.
Genus Rotalia Lanmark 1804
Umumnya suture menebal pada bagian dorsal, bagian ventral suturenya tertekan ke dalam, komposisi test gampingan berpori, aperture pada bagian ventral membuka dari umbilical pinggir.
Genus Saccamina M. Sars 1869
Termasuk famili Sacanidae degan test globular, komposisi test dari material kasar, biasanya oleh khitin berwarna coklat, aperture di puncak umumnya degan leher. Muncul Silur – Resent.
Genus Textularia Derance 1824
Termasuk famili Textularidae test memanjang kamar tersusun biserial, morfologi kasar, komposisi pasiran, aperture sempit memanjang pada permukaan kamar akhir. Muncul Devon – Resent.
Genus Uvigerina d’ Obigny 1826
Termasuk famili uvigeridae degan test fusiform, kamar triserial, komposisi berpori, aperture di ujung dengan leher dan bibir. Muncul Eosen – Resent.
2.7.3. Foraminifera Besar Bhentonik
Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar di bandingkan degan yang lainnya. Sebagian besar hidup didasar laut degan kaki semu dan type Letuculose, juga ada yang hidup di air tawar, seperti family Allogromidae. Memiliki satu kamar atau lebih yang dipisahkan oleh sekat atau septa yang disebut suture . aperture terletak pada permukaan septum kamar terakhir. Hiasan pada permukaan test ikut menentukan perbedaan tiap–tiap jenis. Foraminifera besar benthonik baik digunakan untuk penentu umur.
Pengamatan dilakukan degan mengunakan sayatan tipis vertical, horizontal, atau, miring di bawah miroskop. Pemberiam sitematik foraminifera benthonik besar yang umum ( A. Chusman 1927).
2.7.3.1. Famili Discocyclidae
Genus Aktinocyclina : kenampakan luar bulat, tidak berbentuk bintang, di jumpai rusak – rusak yang memancar.
Genus Asterocyclina : kenampakan luar seperti bintang polygonal, dijumpai rusak – rusak radier.
Genus Discocyclina : kenampakam luar merupakan lensa, kadang bengkok menyerupai lensa, kadang bengkok menyerupai pelana, kelilingnya bulat degan/ tanpa tonggak – tonggak.
2.7.3.2. Famili Camerinidae
Genus Asslina : kenampakan luar pipih (lentukuler) discoidal, test besar ukuran 2 – 50 mm, di jumpai tonggak – tonggak.
Genus Cycloclypeus : kenampakan luar seperti lensa dan kamar sekunder yang siku – siku terlihat dari luar.
Genus Nummulites : kenampakan luar seperti lensa, terputar secara planispiral, hanya putaran terluar yang terlihat, pada umumnya licin.
2.7.3.3. Famili Alveolinelliadae
Genus Alveolina : kenampakan luar berbentuk telur/slllips (fusiform), panjang kurang lebih 1 cm.
Genus Alveolinella : bentuk sama degan Alveolina panjang sumbunya 0,5 – 1,5 cm serta ada suatu kanal (pre septa). Celah – celahnya tersusun menjadi 3 baris dan tersusun bergantian, tetapi sambung menyambung.
2.7.3.4. Famili Miogpsinidae
Genus Miogypsian : kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong hingga bulat, kadang seperti bintang/pligonal, permukaan papilliate, sering di jumpai tongkak.
Genus Miogypsinoides ; kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong dan kulit luarnya datar.
2.7.3.5. Famili Calcarinidae
Genus Biplanispira : kenampakan luar pipih hingga seperti lensa, discoidal, hampir bilateral simetri dengan/tanpa tonggak.
Genus Pellatispira : kenampakan luar seperti lensa (lentikuler) dan bulat sering dijumpai tonggak.
2.7.3.6. Famili Orbitoididae
Genus Lepidocyclina : kenampakan seperti lensa (lentiluler) pipih cembung, discoidal, permukaan test papilate, halus reticulate, pinggirnya bisa bulat, kadang seperti batang atau polygonal.
2.8. Aplikasi Foraminifera
Masalah – masalah Geologi yang menghubungkan dengan umur suatu batuan sampai sekarang masih mempergunakan foraminifera planktonik di samping juga mengunakan metode – metode lain yang lebih teruji dan lebih tepat.
Penentuan kisaran umur dengan mengunakan foraminifera planktonik, dilakukan degan langkah – langkah sebagai berikut :
a. Mengenalisa fosil foraminifera palakton dari suatu batuan sampai ke tingkat spesiesnya.
b. Mempergunakan acuan Blow (1969) dalam penetuan kisaran umum dari fosil foram plankton yang telah diamati dan dianalisa.
c. Menetukan kisaran umur fosil foram plankton yang muncul akhir dan umur yang punah awal.
d. Maka umur batuan yang didapatkan merupakan suatu range dari hasil nomor C
BAB III
PEMBAHASAN
Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil. Mikrofosil adalah fosil yang umumnya berukuran tidak lebih besar dari empat millimeter, dan umumnya lebih kecil dari satu milimeter, sehingga untuk mempelajarinya dibutuhkan mikroskop cahaya ataupun elektron. Fosil yang dapat dipelajari dengan mata telanjang atau dengan alat berdaya pembesaran kecil, seperti kaca pembesar, dapat dikelompokkan sebagai makrofosil. Secara tegas, sulit untuk menentukan apakah suatu organisme dapat digolongkan sebagai mikrofosil atau tidak, sehingga tidak ada batas ukuran yang jelas.
3.1. Pendeskripsian Foraminifera
Mempelajari mikrofosil (foraminifera) ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah :
1. Susunan kamar
Susunan kamar foraminifera plankton dibagi menjadi tiga yaitu:
Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu bidang, semua kamar terlihat dan pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama.
Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama.
Streptospiral yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh: Pulleniatina
2. Bentuk test dan bentuk kamar
Bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang foraminifera, sedangkan bentuk kamar merupakan bentuk masing-masing kamar pembentuk test.
Penghitungan kamar foraminifera dimulai dari bagian dalam dan pada bagian terkecil dimana biasanya mendekati aperturenya.
3. Septa dan Suture
Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan lainnya, biasanya terdapat lubang-lubang halus yang disebut foramen. Septa tidak dapat terlihat dari luar test, sedangkan yang tampak pada dinding luar test hanya berupa garis yang disebut suture.
Suture merupakan garis yang terlihat pada dinding luar test, merupakan perpotongan septa dengan dinding kamar. Suture penting dalam pengklasifikasian foraminifera karena beberapa spesies memiliki suture yang khas
4. Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada kamar terakhir.
Pengamatan foraminifera mikro (plankton dan benthos ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
- Menyiapkan Alat dan bahan berupa mikroskop, lampu, serta alat tulis untuk mendeskripsikan dan menggambar fosil yang diamati.
- Meletakkan fosil pada mikroskop yang ada pada plate fosil dan lamp dinyalakan.
- Mengatur letak fosil dan perbesaran lensa mikroskop.
- Mengamati dan menggambar bentuk fosil serta bagian-bagiannya.
- Mendeskripsikan berdasarkan literatur yang ada.
3.2. Aplikasi Dari Pemanfaatan Foraminifera
Foraminifera dapat digunakan untuk menentukan umur batuan serta untuk mengetahui struktur geologi apa saja yang terjadi pada suatu daerah seperti sesar, lipatan dan kekar. Berikut ini adalah contoh penggunaan foraminifera dalam menetukan umur batuan.
Contoh :
Dari sampel batuan diperoleh fosil plankton sebagai berikut:
Keterangan:
A. Satuan Batu pasir dengan kandungan fosil sebagai brerikut:
Fosil a N2 – N8
Fosil b N5 – N7
Fosil c N6 – N11
penentuan umur batuan dapat dilakukan dengan metode muncul akhir - punah awal.
Umur batuan adalah N6 – N7
B. Satuan batu lempung dengan kandungan fosil sebagai brerikut:
Fosil d N1 – N12
Fosil e N8 – N10
Fosil f N6 – N9
Dengan metode muncul akhir punah awal
Umur satuan batu lempung tersebut adalah N8 – N9
Satuan batu gamping
Keterangan :
Fosil a N8 - N10
Fosil B N7 - N15
Fosil c N9 - N14
Dengan metode muncul akhir dan punah awal maka
Umur satuan batu gamping tersebut adalah N9 – N10
Dari uraian di atas maka dapat didisimpulkan sebagai berikut:
- Sesuai dengan hukum superposisi yaitu lapisan yang berada paling bawah merupakan lapisan batuan yang paling tua dan lapisan yang paling muda berada di paling atas.
- Satuan batuannya selaras karena susunan lapisan batuannya dari yang tua sampai yang muda berurutan
- Tidak terjadi gap(waktu yang terputus).
Data Nama fosil dan umurnya
NO Nama Foraminifera
1 Clavigerinella jarvisi P13 – P15
2 Cribrohantkenina bermudesi P16
3 Hastigerina aequilateralis N14 – N23
4 Cassigerinella chipolensis P18 – N13
5 Globoratalia (G) tumida N18 – N23
6 Globoratalia (T) siakensis N2 – N14
7 Truncorotaloides rahri P13 – P14
8 Globigerinoides primordius N4
9 Pulleniatina obliquiloculate N19 – N23
10 Spaeroidinella dehiscens N19 – N23
11 Orbulina universa N9 – N23
12 Orbulina bilobata N9 – N23
13 Candeina nitida N17 – N23
14 Catapsydrax dissimilis N1 – N8
15 Genus Ammobaculites Chusman 1910 Karbon - resent
16 Genus Ammodicus Reuss 1861 Silur - resent
17 Genus Bathysiphon Sars 1972 Silur - resent
18 Genus Bolivina Kapur - resent
19 Genus Nodogerina Chusman 1927 Kapur - resen
20 Genus Nodosaria Lamark 1812 Karbon - resen
21 Genus Nonion Monfort 1888 Yura - resent
22 Genus Saccamina M. Sars Silur - resent
23 Genus Textularia Derance 1824 Devon - resent
24 Genus Uvigerina d’Orbigny 1826 Eosin - resent
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal).
2. Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.
3. Fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari foil-fosil makro serta bagian-bagian tubuh.
4. Dalam membedakan foraminifera yang satu dengan yang lainnya harus memperhatikan bentuk test, susunan kamar, bentuk kamar, ornament , suture dan aperturenya.
5. Dalam menentukan suatu umur batuan menggunakan fosil dapat dilaukan dengan melihat fosil muncul akhir dan punah awal.
6. Masalah – masalah Geologi yang berhubungan dengan umur suatu batuan sampai sekarang masih mempergunakan foraminifera planktonik di samping juga mengunakan metode – metode lain yang lebih teruji dan lebih tepat.
4.2. Saran
Praktikum yang akan datang diharapkan lebih ditingkatkan lagi dalam penyajian materi serta literatur yang disediakan agar mahasiswa lebih paham sehingga tujuan dari dilaksanakannya praktikum dapat tercapai secara maksimal.
Untuk Format Pdfnya bisa di download Disini
Minggu, 07 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
NYUSSSS,...NYUSSS,..NYUSSS,...
BalasHapussangat bermanfaat broo buat saya seorang siswa kelas 1 (y)
BalasHapusbisa ngasih preferensinya?
BalasHapus